Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) memproyeksikan bisnis jasa pengiriman cepat akan terus meningkat. Volume dan traffic logistik ekspres bakal terdongkrak tren belanja online yang juga ditaksir terus tumbuh pada tahun ini.

Ketua Umum Asperindo M. Feriadi menyampaikan bahwa industri logistik bisa terus bertumbuh karena sudah menjadi salah satu kebutuhan utama masyarakat. Terutama setelah masuknya era e-commerce. Terlebih, pandemi covid-19 semakin mengubah pola konsumsi masyarakat dari belanja secara offline menjadi online.

“Setiap kali kita bicara transaksi online meningkat, artinya juga bicara trafik di perusahaan jasa pengiriman kemungkinan akan mengalami penambahan volume,” ujar Feriadi saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (2/1/22).

Kendati begitu, Feriadi memberikan catatan bahwa tingkat pertumbuhan bisnis logistik ekspres berbeda-beda pada setiap segmennya. Kenaikan kinerja yang signifikan terjadi pada segmen yang lebih banyak melayani belanja online, yakni business to customer (B2C) dan customer to customer (C2C).

Sedangkan untuk segmen business to business (B2B) tetap tumbuh meski tidak lebih tinggi dari dua segmen lainnya. Sayangnya, Feriadi belum bisa merinci mengenai pertumbuhan kinerja bisnis logistik ekspres sepanjang 2021 lalu maupun proyeksi pada tahun ini.

Sebagai gambaran, Feriadi menaksir rata-rata pertumbuhan di segmen B2C dan C2C mencapai double digit hingga 30%. “Saya yakin (pada 2022) tetap tumbuh, tapi seberapa besar angkanya, hari ini nggak punya angkanya. Saya percaya bahwa tren belanja online masih menjadi pilihan bagi masyarakat, dan jasa pengiriman ekspres tumbuh seiring itu,” imbuh Feriadi.

Di sisi lain, pelaku usaha jasa pengiriman cepat juga bakal mengkalkulasi dampak yang mungkin terjadi, jika ada kenaikan pada sejumlah komponen biaya pada 2022. Salah satu faktor yang diperhatikan adalah harga energi, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM).

Mengenai kebijakan BBM, pemerintah dan Pertamina pun telah menyampaikan akan menghapuskan BBM jenis Premium. Feriadi mengungkapkan, sejauh ini pihaknya memang belum memiliki data dan perkiraan sejauh mana kebijakan BBM pada 2022 bakal berdampak bagi operasional jasa pengiriman cepat.

Yang jelas, Feriadi menekankan bahwa BBM menjadi faktor yang signifikan terhadap komponen biaya. Bagi perusahaan jasa pengiriman cepat yang mengandalkan akses darat, komponen BBM berkontribusi sekitar 30% terhadap total biaya.

“(Komponen energi) itu tinggi, bisa sampai 30%. Ini kan delivery, penjemputan dan pengiriman paket, pengantaran dari kota ke kota itu semua pakai bensin,” jelas Feriadi.

Sedangkan untuk layanan yang harus dijangkau melalui akses udara, Surat Muatan Udara (SMU) juga menjadi komponen yang menentukan. Feriadi bilang, pelaku usaha logistik ekspres pun mencermati apabila tahun 2022 ini ada kenaikan harga pada dua komponen biaya tersebut.

Jika ada kenaikan harga BBM, sambungnya, pelaku usaha pun akan melakukan efisiensi untuk menekan biaya.

Namun, seandainya efisiensi itu tidak bisa menutupi kenaikan pada komponen biaya, maka pelaku usaha logistik ekspres pun bakal mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian harga.

“Kalau ada kenaikan komponen itu, umumnya perusahaan anggota Asperindo bisa saja akan melakukan penyesuaian tarif. Karena kan nggak mungkin juga saat biaya operasional meningkat kami tidak melakukan adjusment dalam hal tarif,” pungkas Feriadi.

Related Posts